Istilah pribahasa jadilah penerang dalam kegelapan,
sekaligus lilin yang menerangi, habis karena meleleh untuk menerangi kegelapan,
memperindah gulita.
Zaman
bolehlah beralih, akan tetapi dharma diri sebagai manusia, kita di mana dan
siapa kita harus mencintai, nasib kita yang dimiliki jangan sampai dihianati
apalagi dibenci, harus percaya diri, zonder peralihan manusia akan tetap
ditempat tak memiliki keindahan, sayangi akan dirinya jika menemukan siapa
dirinya, maka mencapai kepastiannya dan kepuasaan dalam merayakan hidupnya,
tanpa harus keluar darinya sebagai manusia yang seperti mereka tidak ada
bedanya mempenjarakan dirinya. Dalam catatan Gie,1957, Filsuf Yunani Pernah
Menuliskan Bahwa nasib terbaik tidak pernah dilahirkan, walaupun dilahirkan
tapi mati muda, yang paling tersial berumur tua, Indonesia telah bercahaya
terang benderang, manusianya harus sudah tidak merasakan bahagia dengan apa
adanya, zaman telah beralih, lampu-lampu kota telah bersinar terang,hanya saja
sebagiannya ada yang gelap, sebagai generasi berintelktual jadilah bintang
diantara lampu-lampu itu,Indonesia
berharap pada kaum intelegensi (Moh. Hatta), bukan hanya mesra dalam
peralihan yang menjeruskan pada bangunan dan kemewahan-kemewahan istimewa, tapi
menjerumuskan pada keboborakan-bobrakanya yang masih terus berkembang,
berbahagialah dengan peralihan diantara dua zaman, yang pertama dharma
epistimologi pada zonder melupakan kearifan-kearifan lokal tetap dikembangkan,
mengalirkan, jadikan kebudayaan dari zaman-kezaman, yang kedua zaman modernitas
yang berkualitas mengkonbinasikan antara kearifan lokal dan merelevansikan dengan
modernitas.
Esensial
Manusia dan Menemukan Rovolusi Diri
Sebagai manausia sempurna dan ciptaan Tuhan di atas bumi,
yang Maha Kuasa manusia yang kadang masih dirasakan oleh beberapa manusia yang merasakan akan
kesempurnaa itu, seharusnya mannusia bisa belajar pada dirinya memahami
dirinya, menemukan akan hakikiat dan nalurinya dirinya, sehingga manusia bisa
menemukan akan bagian dirinya yang dicita-citakan oleh hakikat manusia dan
membuka paradiga dirinya terhadap hasrat dirinya dalam mempersembahkan revolusi
pada dirinya,
pada hatinya,
serta pada manusia yang lain. Saharus manusia bisa dan jikalau itupun tidak
bisa dan berusaha menemukan refrensi intervesi terhadap dirnya pada intervensi
alam, keadaan, kebudayaan, sehingga zonder dalam perayaan hidup bukan hanya
tumbuh dan menciptakan evolusi sendiri saja, walaupun manusia harus melalui
evolusi untuk menciptakan revolusi dalam garis besar bisa bergerak untuk
dirinya dan dapat bergerak untuk orang lain, maka manusia harus memiliki perayaan
hidup, yang terfatal ketika manusia hanya bisa menentukan hidupnya sendiri
tanpa berpikir korelasi manusia yang
lain,
Ia akan menjadi manusia yang hanya bisa untuk dirinya, namun hatinya dan ensensial dari kemanusiannya abstrak sehingga manusia tak
mampu melangkah
revolusi yang jelas dalam kehidupan di dunia.
Saat manusia tidak menemukan
siapa akan dirinya dan hakiknya sehingga tidak menemukan langkah dan arah akan
tujuan manusia di dunia, manusia tanpa disadari harus bisa menciptakan sebuah
cita-cita terkecil dalam langkahnya sehingga akan menemukan cara bagaimana bisa
menentukan revolusi dirinya,
dengan bertujuan bisa memberikan sebuah zaman peralihan akan dirinya dan pada
orang banyak, dengan idealis
manusia,
sehingga terlahir sebuah cara dan bagaimana merayakan sebuah keindahan hidup
manusia dengan landasan bahwa cara dan bagaimana itu dasarnya, dengan rasa cinta dan senang segalanya, akan memudahkan dalam
melangkah menentukan akan dirinya sehingga tidak akan ada masa di mana, masa itu masa emas yang
tercipta dari manusia-manusia yang berpikir akan dirinya siapa dan tujuan
manusia hidup, dan kontruksi manusia dapat merumuskan esensial kehidupan dengan
teori rasa kecintaan terhadap hidup, dan mengenal dirinya pada siapa akan
dirinya menciptakan,
sebuah kemerdekaan diri sehingga perjuangan tidak akan mengenalkan dirinya pada
sebuah rasa yang membosankan walaupan akan ada kekersaan, dalam perjalanannya akan terasa kebal tidak akan menyerah dalam
kerasnya tarikat,
karena akan merasakan pada
dirinya,
akan ada akhir dari membentuk sejarah zonder kekerasan, penindasaan sejarah
tidak akan tercipta, walaupun akan menciptakan tidak ada yang terlalu dalam
dalam menjadikan cerita,
energi dari sebuah perjuangan hanya harum dalam satu masa dan sejarahnya pun akan
menutupi segala perjalanan panjang,
dikarenakan setiap tirakatnya zonder rasa cinta yang menjadikan dirinya sebagai
pejuang akan mencapai keberhasilan manusia mencipta segala apa yang di derita, sebagai stimulasi diri untuk
manjadikan dirinya sebagai manusia tanpa batas, bebas akan tetapi bertanggungtawab.
Setelah memenuhi segala apa
yang ada pada dirinya
dan memahami siapa akan dirinya,
maka manusia akan menyerahkan
dirinya
sebagai bentuk babu Tuhan,
sehingga yang selalu takut dan selalu menghargai akan ciptakan sehingga akan
menciptakan sepritualitas dalam, dan
meyakini dan mengkiblatkan dirinya sebagai kaum sudra akan dirinya terhadap Tuhan,
sehingga akan senantiasa melakukan sesuatu tanpa menghilangkan rasa percaya
terhadap Tuhan dalam ikut campur akan kehidupan kita sebagai manusia, dan
berpikir bahwa dirinya telah diciptakan secara sempurna dan kunci-kunci
kehidupan telah diserahkan secara simbolis, sehingga manusia harus mampu
membacanya dan mengimplemintasikan di dunia
sehingga ada kalanya “manusia mempercayai keajaiban Alloh SWT, ada kalanya
tidak mempercaya”, agar manusia
senantiasa merasa akan dirinya,
diciptakan dengan naluri kebebasan untuk bisa menentukan hidupnya sehingga
manusia akan bisa menemukan korelasi dirinya terhadap kehidupan dunia, dan
mengancam akan dirinya menjadikan manusia lebih bararti akan dirinya sendiri
dan pada manusia yang lain dan pada dunia. Dan akan melakukan perjuangan dengan
rasa cinta melakukan secara totalitas zonder mempercayai akan kegaibpan Tuhan sehingga
stimulasi dalam melangkah,
Tuhan sebagai arah jalan dan petunjuk saat dibutuhkan akan datang dengan tiba-tiba karena telah
meyakini dan pada saat mengimani
dalam hembusan nafasnya, dengan perjuangan membuang segala perasaan
akan dirinya manusia makhluk Sudra, namun memiliki cita-cita brahma.
Implementasi
Revolusi
Menciptakan dan melahirkan
segala menemukan sebuah cara dan memiliki kekuatan pondasi diri maka kita
kembalikan arah alur sebuah revolusi diri dengan menciptakan dan menerapkan
dalam kehidupan di dunia ini,
jadikanlah sebuah wacana yang tidak teralisasikan menjadi bencana dan gagalan
terbesar untuk
kita sebagai manusia, karena mausia dimuka bumi bukan hanya bisa menjaga, akan
tetapi mampu ngadakan semua gaggasan dalam menjadikan segala kekuatan yang
datang dari dalam diri
(naluri)
kita sebagai manusia yang selalu memaksa akan dirinya sebagai manusia yang
diciptakan paling sempurna, membuktikan kesempurnaannya dalam bentuk kearifan
pengetahuan,
serta kepekaan dalam segala manusia yang merasakan dirinya akan segala keadaan
alam tentunya dalam keadaan yang kita tempati Indonesia, bukan paling besar
dalam menciptakan dalam membuat revolusi akan tetapi menjadikan revolusi
terkecil dari dalam diri dan keluar dari dalam diri, sehingga akan melahirkan
sebuah generasi pemikiran emas, mengimplementasikan dalam menanamkan segala
tindakan yang berilian dengan landasan zonder kepentingan materi yang dijadikan
kiblat sebagai manusia, segala yang ada jadikan sebuah refleksi dan stimualasi
dalam menata dan dapat merayakan kehidupan sesuai mimpinya, menjalani dengan
caranya, melakukan segalanya dengan dilandasi dengan rasa yang paling berat dan
dalam yaitu rasa kecintaan akan sadarnya diri sebagai manusia yang bercita-cita
yang sering memaksakan dirinya keluar dari hakikat dirinya dari manusia, dan
berperan sebagai manusia yang selalu melakukan sesuatu dengan fungsi dan
fitrahnya manusia dimuka bumi, serta mencari dan berusaha menemukan akan
dirinya,
manusia untuk tidak melakukan sesuatu dengan rasa ketidakadilan akan dirinya sendiri, memaksakan dirinya akan seperti
halnya hidup dalam penjara
yang sangat mederita. Sehingga di dunia tidak akan menciptakan sebuah keindahan
akan sebaliknya memberikan
kerusakan. Menciptakan semua sesuatu
akan mudah namun perjuangan seorang zonder cinta tidak akan bertahan lama,
sebagai pencapai namun juga memikirkan bagaimana mempertahankan segala pencapaian
sebagai komitmen diri manusia dalam cita-cita manusia.
(Tentang Bagaimana Merayakan Hidup)
Penulis
Akhmad
Mahasiswa Semester V
Prodi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI)
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Islam Malang (UNISMA)
087750942014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar