Rabu, 04 Oktober 2017

Zonder Peralihan, Zaman Estetika Tiada



Istilah pribahasa jadilah penerang dalam kegelapan, sekaligus lilin yang menerangi, habis karena meleleh untuk menerangi kegelapan, memperindah gulita.

Zaman bolehlah beralih, akan tetapi dharma diri sebagai manusia, kita di mana dan siapa kita harus mencintai, nasib kita yang dimiliki jangan sampai dihianati apalagi dibenci, harus percaya diri, zonder peralihan manusia akan tetap ditempat tak memiliki keindahan, sayangi akan dirinya jika menemukan siapa dirinya, maka mencapai kepastiannya dan kepuasaan dalam merayakan hidupnya, tanpa harus keluar darinya sebagai manusia yang seperti mereka tidak ada bedanya mempenjarakan dirinya. Dalam catatan Gie,1957, Filsuf Yunani Pernah Menuliskan Bahwa nasib terbaik tidak pernah dilahirkan, walaupun dilahirkan tapi mati muda, yang paling tersial berumur tua, Indonesia telah bercahaya terang benderang, manusianya harus sudah tidak merasakan bahagia dengan apa adanya, zaman telah beralih, lampu-lampu kota telah bersinar terang,hanya saja sebagiannya ada yang gelap, sebagai generasi berintelktual jadilah bintang diantara lampu-lampu itu,Indonesia berharap pada kaum intelegensi (Moh. Hatta), bukan hanya mesra dalam peralihan yang menjeruskan pada bangunan dan kemewahan-kemewahan istimewa, tapi menjerumuskan pada keboborakan-bobrakanya yang masih terus berkembang, berbahagialah dengan peralihan diantara dua zaman, yang pertama dharma epistimologi pada zonder melupakan kearifan-kearifan lokal tetap dikembangkan, mengalirkan, jadikan kebudayaan dari zaman-kezaman, yang kedua zaman modernitas yang berkualitas mengkonbinasikan antara kearifan lokal dan merelevansikan dengan modernitas.

Esensial Manusia dan Menemukan Rovolusi Diri

Sebagai manausia sempurna dan ciptaan Tuhan di atas bumi, yang Maha Kuasa manusia yang kadang masih dirasakan oleh beberapa manusia yang merasakan akan kesempurnaa itu, seharusnya mannusia bisa belajar pada dirinya memahami dirinya, menemukan akan hakikiat dan nalurinya dirinya, sehingga manusia bisa menemukan akan bagian dirinya yang dicita-citakan oleh hakikat manusia dan membuka paradiga dirinya terhadap hasrat dirinya dalam mempersembahkan revolusi pada dirinya, pada hatinya, serta pada manusia yang lain. Saharus manusia bisa dan jikalau itupun tidak bisa dan berusaha menemukan refrensi intervesi terhadap dirnya pada intervensi alam, keadaan, kebudayaan, sehingga zonder dalam perayaan hidup bukan hanya tumbuh dan menciptakan evolusi sendiri saja, walaupun manusia harus melalui evolusi untuk menciptakan revolusi dalam garis besar bisa bergerak untuk dirinya dan dapat bergerak untuk orang lain, maka manusia harus memiliki perayaan hidup, yang terfatal ketika manusia hanya bisa menentukan hidupnya sendiri tanpa berpikir korelasi manusia yang lain, Ia akan menjadi manusia yang hanya bisa untuk dirinya, namun hatinya dan ensensial dari kemanusiannya abstrak sehingga manusia tak mampu melangkah revolusi yang jelas dalam kehidupan di dunia.
Saat manusia tidak menemukan siapa akan dirinya dan hakiknya sehingga tidak menemukan langkah dan arah akan tujuan manusia di dunia, manusia tanpa disadari harus bisa menciptakan sebuah cita-cita terkecil dalam langkahnya sehingga akan menemukan cara bagaimana bisa menentukan revolusi dirinya, dengan bertujuan bisa memberikan sebuah zaman peralihan akan dirinya dan pada orang banyak, dengan idealis manusia, sehingga terlahir sebuah cara dan bagaimana merayakan sebuah keindahan hidup manusia dengan landasan bahwa cara dan bagaimana itu dasarnya, dengan rasa cinta dan senang segalanya, akan memudahkan dalam melangkah menentukan akan dirinya sehingga tidak akan ada masa di mana, masa itu masa emas yang tercipta dari manusia-manusia yang berpikir akan dirinya siapa dan tujuan manusia hidup, dan kontruksi manusia dapat merumuskan esensial kehidupan dengan teori rasa kecintaan terhadap hidup, dan mengenal dirinya pada siapa akan dirinya menciptakan, sebuah kemerdekaan diri sehingga perjuangan tidak akan mengenalkan dirinya pada sebuah rasa yang membosankan walaupan akan ada kekersaan, dalam perjalanannya akan terasa kebal tidak akan menyerah dalam kerasnya tarikat, karena akan merasakan pada dirinya, akan ada akhir dari membentuk sejarah zonder kekerasan, penindasaan sejarah tidak akan tercipta, walaupun akan menciptakan tidak ada yang terlalu dalam dalam menjadikan cerita, energi dari sebuah perjuangan hanya harum dalam satu masa dan sejarahnya pun akan menutupi segala perjalanan panjang, dikarenakan setiap tirakatnya zonder rasa cinta yang menjadikan dirinya sebagai pejuang akan mencapai keberhasilan manusia mencipta segala apa yang di derita, sebagai stimulasi diri untuk manjadikan dirinya sebagai manusia tanpa batas, bebas akan tetapi bertanggungtawab.
Setelah memenuhi segala apa yang ada pada dirinya dan memahami siapa akan dirinya, maka manusia akan menyerahkan dirinya sebagai bentuk babu Tuhan, sehingga yang selalu takut dan selalu menghargai akan ciptakan sehingga akan menciptakan sepritualitas dalam, dan meyakini dan mengkiblatkan dirinya sebagai kaum sudra akan dirinya terhadap Tuhan, sehingga akan senantiasa melakukan sesuatu tanpa menghilangkan rasa percaya terhadap Tuhan dalam ikut campur akan kehidupan kita sebagai manusia, dan berpikir bahwa dirinya telah diciptakan secara sempurna dan kunci-kunci kehidupan telah diserahkan secara simbolis, sehingga manusia harus mampu membacanya dan mengimplemintasikan di dunia sehingga ada kalanya “manusia mempercayai keajaiban Alloh SWT, ada kalanya tidak mempercaya”, agar manusia senantiasa merasa akan dirinya, diciptakan dengan naluri kebebasan untuk bisa menentukan hidupnya sehingga manusia akan bisa menemukan korelasi dirinya terhadap kehidupan dunia, dan mengancam akan dirinya menjadikan manusia lebih bararti akan dirinya sendiri dan pada manusia yang lain dan pada dunia. Dan akan melakukan perjuangan dengan rasa cinta melakukan secara totalitas zonder mempercayai akan kegaibpan Tuhan sehingga stimulasi dalam melangkah, Tuhan sebagai arah jalan dan petunjuk saat dibutuhkan akan datang dengan tiba-tiba karena telah meyakini dan pada saat mengimani dalam hembusan nafasnya, dengan perjuangan membuang segala perasaan akan dirinya manusia makhluk Sudra, namun memiliki cita-cita brahma.

Implementasi Revolusi


Menciptakan dan melahirkan segala menemukan sebuah cara dan memiliki kekuatan pondasi diri maka kita kembalikan arah alur sebuah revolusi diri dengan menciptakan dan menerapkan dalam kehidupan di dunia ini, jadikanlah sebuah wacana yang tidak teralisasikan menjadi bencana dan gagalan terbesar untuk kita sebagai manusia, karena mausia dimuka bumi bukan hanya bisa menjaga, akan tetapi mampu ngadakan semua gaggasan dalam menjadikan segala kekuatan yang datang dari dalam diri (naluri) kita sebagai manusia yang selalu memaksa akan dirinya sebagai manusia yang diciptakan paling sempurna, membuktikan kesempurnaannya dalam bentuk kearifan pengetahuan, serta kepekaan dalam segala manusia yang merasakan dirinya akan segala keadaan alam tentunya dalam keadaan yang kita tempati Indonesia, bukan paling besar dalam menciptakan dalam membuat revolusi akan tetapi menjadikan revolusi terkecil dari dalam diri dan keluar dari dalam diri, sehingga akan melahirkan sebuah generasi pemikiran emas, mengimplementasikan dalam menanamkan segala tindakan yang berilian dengan landasan zonder kepentingan materi yang dijadikan kiblat sebagai manusia, segala yang ada jadikan sebuah refleksi dan stimualasi dalam menata dan dapat merayakan kehidupan sesuai mimpinya, menjalani dengan caranya, melakukan segalanya dengan dilandasi dengan rasa yang paling berat dan dalam yaitu rasa kecintaan akan sadarnya diri sebagai manusia yang bercita-cita yang sering memaksakan dirinya keluar dari hakikat dirinya dari manusia, dan berperan sebagai manusia yang selalu melakukan sesuatu dengan fungsi dan fitrahnya manusia dimuka bumi, serta mencari dan berusaha menemukan akan dirinya, manusia untuk tidak melakukan sesuatu dengan rasa ketidakadilan akan dirinya sendiri, memaksakan dirinya akan seperti halnya hidup dalam penjara yang sangat mederita. Sehingga di dunia tidak akan menciptakan sebuah keindahan akan sebaliknya memberikan kerusakan. Menciptakan semua sesuatu akan mudah namun perjuangan seorang zonder cinta tidak akan bertahan lama, sebagai pencapai namun juga memikirkan bagaimana mempertahankan segala pencapaian sebagai komitmen diri manusia dalam cita-cita manusia.




(Tentang Bagaimana Merayakan Hidup)
Penulis
Akhmad
Mahasiswa Semester V
Prodi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI)
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Islam Malang (UNISMA)

087750942014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dunia Jurnalistik Sebagai Pelurus Bangsa dan Peluang Kerja Mahasiswa

Unisma-Fenomena, kehadiran Evi Rachmawati Wartawan Kompas di gedung Usman Mansur, Universitas Islam Malang UNISMA, Fakutas Kaguruan dan ...