Intelektual akan tiada
guna, tanpa ada rasa humanis, hanya menciptakan kebobrokan dalam kepintaran
manusia yang apatis terhadap realita manusia, yang menganggap manusia
intelektual berkuasa akan manusia yang lagi menderita, sehingga manusia
bisa menunjukan integritas sebagai manusia dengan rasa humanisme.
Pada zaman modernitas
manusia akan lupa akan realitas kehidupan lupa akan dirinya, jika ada oknum
manusia yang hanya mengasah inteletual dan membaca buku-buku yang sangat
banyak, mempercerdas diri dan menjadikan manusia yang hanya bisa memperkaya
dirinya sendiri tanpa memperkaya orang lain, “kita katakan manusia itu keliru”.
Sehingga manusia hanya mampu berpikir yang sangat jenius tanpa melakukan
tindakan secara serius, kepintaran manusia kadang hanya menjerumuskan pada
jurang-jurang yang meluturkan rasa humanisme serta hakikat dharma di Indonesia
yang dicita-citakan para pahlawan yang telah mendahului kita, menjadi manusia
yang gotong royong, namun kadang menjadikebobbrokan dalam kecerdasaan pada
generasi bangsa, serta hanya memiliki pemikiran idealis, yang hanya bisa
memikirkan akan dirinya untuk mencapai perayaan hidup yang
dicita-citakan, tanpa memiliki rasa kemanusiaan.
Jika kita arif dalam
memperhalus pendidikan bisa melihat Kota Metropolitan Ibu Kota Indonesia
Jakarta, Indek Kemiskinan di Indonesia Badan Pusat Statistik BPS Indonesia
semakin dalam dan semakin parah selama Periode September 2016- Maret 2017.
Kepala BPS Suharyanto mengatakan, Indek kedalaman kemiskinan pada Maret 2017
mencapai 1,83, naik dari September tahun lalu yang hanya 1,47. Jakarta
Kompas.com (17/7/2017). Hal ini terjaditidak kestabilan antara kehidupan
manusia yang menjadikan diri manusia kurang rasa sadar dan tidak peka terhadap
sesama manusia, banyak problematika yang menjadikan semuanya itu mengalami
penurunan, akan tetapi manusia yang ada di atas yang memiliki amanah meminpin
yang lemah, terkikisnya rasa simpati manusia disebabkan manusia yang hanya
memikirkanintelektualitas dan integritas dirinya sendiri, dan melupakan akan
siapa dirinya sendiri, hakikat manusia sebagai makhluk sosialhuman socity,
seharusnya tidak lepas berpikir siapa akan dirinya sebenarnya dan akan kemana
dirinya untuk hidup?, jika materialisme yang telah diberikan oleh Tuhan telah
lebih dari cukup, harus benar-benar ingat, itu bukan sebuah kesuksesan manusia mencapai
hidup di bumi.
Esensial manusia di
bumi sebagai khalifah sebagai pemimpin, seorang pemimpin harus
mampu memberikan sumbang asih terhadap manusia yang lain dan merasuki pada
setiap sektor apa yang menjadikan dirinya sebagai bagian dari manusia itu,
bukan sebagai apa yang akan dituntut dari manusia itu, sehingga manusia akan
senantiasa berusaha, untuk bisa menjadikan dirinya bagian darinya, dan berpikir
apa kontribusi pada manusia yang lain.Bukan hanya apatis akan dirinya pada
manusia yang lain. Kesuksesan manusia hidup yang memiliki intelektualitas dan
integritas tinggi dapat memecahkan setiap problematika dirinya sendiri dan
membantu menyelesaikan problematika kehidupan orang lain, sehingga perspektif
kita bukan dari materialis ataupun dari yang ada di dirinya, akan tetapi ketika
manusia itu mampu berdikari dengan caranya yang dimiliki, tanpa merepotkan
orang lain.
Sehingga bisa
menyalurkan segala ide dan insprasinya seorang intelektual dapat menyelesaikan
akan permasalahan yang ada pada dirinya dan pada problemtika orang lain, maka
terciptalah sebuah tindakan yang terlahir dari ide manusia yang hebat dan
memfungsikan pikiran dirinya untuk oang lain, dan membuktikan bahwa manusia
yang terlahir dengan kudrot memiliki kelebihan dan kekurangan, dan dari kelebihan
itu manusia mampu menciptakan sebuah pemikiran yang sangat membantu orang
banyak, dikarenakan transformasi intelktualitas manusia difungksikan pada
kepentingan orang banyak, selaras dengan tujuan negeri kita Indonesia yang
memiliki dharma kita gotong royong, bersama-sama dalam melakukan sebuah hal,
yang akhir-akhir ini tidak terlihat aromanya, hanya dengan menyatukan segala
pemikiran, sehingga bertindak menciptkan sebuah revolusioner secara
signifikasi.
Jika kita refleksikan
segala fenomena yang ada dalam dunia nyata, terutama tentang Indonesia tercinta
ini seorang Proklamator Kita Sukarno dalam melakukan segala hal untuk
menciptakan sebuah tindakan revolusi yang dituggu oleh rakyat Indonesia dan
para anak bangsa Indonesia yang masih dalam penjajahan Belanda dan Jepang.
Semenjak, sebelum reformasi maka ada dari Guru Sukarno, HOS Cokroaminoto dan
para pahlawan yang telah gugur mendahuli kita, yang bercita-cita ingin
memerdekakan Nusantara muda ini menjadi Indonesia yang bebas dari penjajahan
yaitu merdeka, akan tetapi semuanya gagal akan segala percobaan karena masih
belim bisa menyatukan segala suku, budaya, dan agama yang ada di Indonesia,
namun kita bisa melihat kesuksesan tersebut hanya pada diri Sukarno, dengan
jiwa yang memiliki idealisme dan membaca realisme yang nyata dikehidupan pada
masa 1945, ide itu sangat memberikan pengaruh besar dalam mencapainya
kemerdekaan Indonesia ini, dengan cara menggabungkan segala suku, dan etnis,
serta Agama-agama yang berbeda di Indonesia tidak memilah dan milih, Ulama,
Kiyai, Pendeta, Atheis, dan sebagainya, dalam mencapai sebuah kesuksesan
cita-cita rakyat Indonesia untuk merdeka, dan mencapai revolusi, serta
mengumpulkan serta meminta segala masyrakat untuk saling menyatu dalam mencapai
sebuah tujuan yang satu yaitu MERDEKA. Hal itu sebuah bukti idealisme yang bisa
menciptakan sebuah revolusi sangat besar dengan mentransferkan segala idenya
pada kepentingan bersama dengan tujuan sama.
Sehingga pada hari ini
kaum intelktual manusia muda dan generasi bangsa bukan hanya bisa berfungsi
pada dirinya sendiri, harus berjiwa menjadi bagian darinya, untuk bisa
menyuarakan akan pengetahuannya, dengan cara bercita-citalah yang tinggi hingga
kelak bisa menggantikan pahlawan yang telah tiada nanti, tetap dengan idealisme
yang humanis, karena manusia pada dasarnya tidak hidup secara individu, banyak
hal yang menjadikan refleksi diri, sebagai manusia yang bisa memberikan manfaat
pada orang lain, sehingga tidak apatis terhadap apa yang ada dalam realita dan
fenomena alam, kaum intelektual sebagai tolok ukur manusia untuk bisa lebih
peka terhadap apa yang terjadi pada saudara-saudara kita terutama pada saudara
muslim, dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa dalam syariat Islam ajaran yang
mengandung mempererat persaudaraan dan solidaritas, hal ini membuktikan edukasi
dalam islam telah ada “Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara. (QS.
Al-Hujarat:10).
Jika mengaku Islam
haram baginya seorang tetangga mencium aroma makanan kita, tapi kita tidak
memberikan cicipan masakan yang kita masak, pada tetangga yang mencium aroma
apa yang kita masak. Sangatlah jelas Islam telah memberikan edukasi tentang
hidup yang memanusiakan manusia (Humanisme), sehingga apa yang menjadikan
manusia itu akan lupa dengan esensi manusia, intelektual yang tidak didasari
dengan rasa humanisme sehingga kesombangan manusia dalam melakukan segala hal
tidak memiliki rasa yang halus terhadap manusia yang lain (apatisme), dan
menjadi manusia idealis tanpa melihat realisme sosialis.
Akhmad
Mahasiswa
FKIP-Unisma
Prodi
Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas
Islam Malang