Selasa, 21 November 2017

Seminar Nasional Tantangan Bahasa dan Sastra Indonesia Generasi Milenial



Seminar Nasional Tantangan Bahasa dan Sastra Indonesia Generasi Milenial


Foto: Rudi H

Unisma, Fenomena. Kegiatan seminar yang dilakukan oleh Himpunan Jurusan Prodi Bahasa Sastra Indonesia dan kegiatan seminar nasional ini juga berkolaborasi dengan Pascasarjana. Dalam menyukseskan acara pada Selasa 21/11/17, dilaksanakan di Hall Usman Mansur meriahnya seminar ini sangat penuh serta antusias mahasiswa Bahasa Sastra Indonesia, namun bukan hanya dari jurusan yang ikut serta, di luar jurusan Bahasa Sastra Indonesia ikut mendatangi. Seminar yang diangkat kali ini bertemakan “Tantangan Bahasa dan Sastra Generasi Milenial”, dengan tujuan bahwa pada era sekarang bahasa dan  sastra Indonesia menjadi Tantangan dikarenakan  maraknya perkembangan zaman terutama digitalisasi. Sehingga kegiatan seminar ini dapat memberikan sebuah pandangan baru serta memberikan sesuatu cara bagaimana menyikapi perkembangan zaman ini dengan terus melestarikan budaya kita, khususnya di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Dengan pemateri yang sudah arif dalam perkembangan bahasa dan sastra yaitu Prof. Dr. Djoko Saryono, M. Pd. Serta pemateri kedua Jamal D Rahman Pimred Majalah Horison sekaligus Sastrawan. Dengan adanya kedua pemateri yang sangat berpengalaman dalam bahasa dan sastra Indonesia, dapat memberikan pandangan baru pada dunia bahasa dan sastra Indonesia, serta dalam dunia pendidikan memberikan aroma baru, serta memberikan cara baru dalam  mendidik peserta didiknya. Serta generasi bangsa mampu melestarikan bahasa dan sastra Indonesia karena, bahasa dan sastra adalah menjadi bagian dari budaya kita di Indonesia, serta tetap eksistensi dalam berbahasa Indonesia. Maka acara ini dengan resmi dibuka oleh pimpinan prodi bahasa pascasarjana Universitas Islam Malang Prof. Dr. Ir Agus Sugianto. St,. Mp.
Acara seminar ini banyak memicu pertanyaan dari dalam benak dengan tema yang diangkat, salah satunya peserta yang datang dari luar Unisma yaitu Bapak Yanto Dosen IKIP Budi Utomo Malang, berpendapat sangat apresiasi dengan adanya kegiatan seperti seminar bahasa sastra indonesia, untuk memperluas pengetahuan mahasiswa, karena pentingnya bahasa dan sastra, bahwa dengan sastra bapaknya berpendapat bahwa mahasiswa bisa berkarya dengan bahasa mahasiswa bisa memiliki cara mencerminkan kekayaan budaya Indonesia. Ujar Bapak Yanto yang datang sebagai peserta seminar nasional, ketika diwawancarai oleh anggota Lpm Fenomena, sambil mendengarkan apa yang disampaikan oleh Pak Djoko Saryono tentang generasi milenial.

Foto: Rudi H

Pertanyaannya Apa Generasi Milenial Dalam Pandangan Kedua Pemateri 
Generasi milenial ialah manusia yang lahir pada tahun 90an, dan bisa dikatan juga generasi Z, dan di Indonesia ada 3 generasi salah satunya ialah generasi milenial dan generasi bunga, yang tidak memiliki pemikiran sebentar dalam melakukan hal yaitu persepsi dalam melakukan hal. Perubahan dahsyat yang mendasar yang sedang melanda dalam kehidupan kita. Bahwa dalam bahasa dan sastra memiliki perspektif dan persepsi serta, generasi sekarang memiliki mainan baru para era milenial yaitu google sehingga sumber pengetahuan bukan saja dari seorang guru. Hal ini menjadi ancaman bahasa dalam moral manusia dan menjadi sesuatu angin digital yang menjadi ancaman, yang melanda dalam kehidupan era milenial yang diistilahkan oleh Djoko Saryono terjadi tsunami digital, perubahan sekarang sangat luar biasa, khususnya dunia informasi sehingga bahasapun memiliki peran dan menjadi tantangan baru dalam cara tutur kepada sesama, yaitu bahasa yang digunakan dalam sosmed memiliki cara berbeda dengan wacana secara langsung. Ujar dalam penyampaiannya Prof Djoko Saryono.
Dinamika yang disayangkan pada abad ke 21 yang ditandai dengan internet serta yang memasuki era milenial, mengalami revolusi drastis yaitu revolusi digital, sehingga kita harus lebih berpikir keras tentang bagaimana kebudayaan kita, kemabali dengan eksistensi yang berbeda dengan menggunakan bahasa dan sastra indonesia, sebagai alat kita untuk bisa membumikan budaya kita, dalam perkembangan digitalisasi sehingga mampu beradaptasi dengan kemajuan, sehingga seorang dosen, guru mampu memanfaatkan kemajuan, tanpa mengurangi moral berbahasa serta lunturnya budaya Indonesia.
Serta perkembangan teknologi dapat memberikan dampak negatif pada manusia yang dianggap pada generasi milienial ini, menurunya rasa saling menghargai dan menghormati sangat miris dalam ajaran-ajaranya atau ideologinya, khususnya dalam ajaran Agama Islam. Sehingga generasi milenial pada zaman sekarang, meninggalakan cara-cara lama, dalam sikap serta dalam memperlakukan. Contoh pada sekarang banyak anak yang di dalam fitur/aplikasi gawaynya ada Alquran, akan tetapi beberapa oknum tidak peduli dengan itu semua itu, ketika tidak memiliki wuduh mereka akan tetap menggap tidak ada permasalahan, bahkan dalam kehidupuan sudah dijelaskan jika dalam Islam tidak diperbolehkan memegangnya. Hal itu memicu lunturnya budaya manusia, hal itu bagian dari substansi moral, budaya, yang hampir luntur pada era milenial. Khususnya pada generasi Y, yang sudah dicekoki dengan digitalisasi sejak dini. Serta dalam hal ini sebagai generasi milenial yang kita mampu membiasakan sesuatu hal yang baik, yang ada di masa lampau, maka harus memulai untuk meninggalkan sesuatu hal yang tidak relevan dengan kehidupan sekarang. Sehingga manusia butuh cara untuk beradaptasi dengan perubahan namun tidak meninggalkan kebiasaan yang baik pada masa lampau untuk dilestarikan dalam kehidupan kita sehari-hari, ujar Sastrawan sekaligus Pimred Majalah Horison.
Sehingga dalam membudayakan bahasa dan sastra Indonesia perlu juga seorang guru, dosen memberikan stimulus dalam proses belajar mengajar. Karena internet dan google tidak dapat memberikan cara efektif dan memotivasi, sehingga efektifitas membudayakan bahasa dan sastra Indonesia lebih bermakna dalam memberikan pembelajaran. Peran seorang guru atau dosen membantu perkembangan dalam membudayakan bahasa dan sastra indonesia di era milenial sangat diperlukan. Sehingga hasil dalam pendidikan dapat ditentukan melalui hasil dari karya seseorang. Sauti Ningsih Dosen Bahasa dan Sastra UMM saat memberikan pertanyaan pada kedua pemateri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dunia Jurnalistik Sebagai Pelurus Bangsa dan Peluang Kerja Mahasiswa

Unisma-Fenomena, kehadiran Evi Rachmawati Wartawan Kompas di gedung Usman Mansur, Universitas Islam Malang UNISMA, Fakutas Kaguruan dan ...